Latar Belakang
Lima
tahun belakangan ini marak sekali pemberitaan tentang disorientasi seksual
berupa homo seksual atau istilah lainnya gay dan juga lesbian. Salah satu
penyakit yang diakibatkan dari kelainan orientasi seksual ini adalah HIV. Dari
data yang yang dikeluarkan oleh Ditjen PP & PL Kemenkes RI per september 2014 diketahui jumlah penderita
HIV yang terdata sebesar 22,869 orang dimana
sekitar 1,366 orang tertular akibat hubungan Homo-Biseksual/Homo-Bisexual.1
Fenomena homo seksual ini
secara hipotesis disebabkan oleh kelainan akibat kesalahan dalam
determinasi seksual di otak pada masa
perkembangan di rahim. Pematangan pada beberapa area di sistem limbik berperan dalam penentuan pematangan dan
pembentukan seksual yang nanti
berhubungan dengan jati diri seks dan perilaku nya. Dalam review ini
penulis akan memfokuskan pada bagaimana mekanisme determinasi seksual di otak
dan perilaku seksual pada laki – laki. Dalam penulusuran pustaka, penelitian –
penelitian di bidang ini banyak menggunakan hewan coba tikus, teori yang yang
didapat dari hewan coba dapat dijadikan sebagai pemodelan pada manusia.
Kajian Pustaka
Laki – laki dan perempuan menunjukkan perbedaan perilaku yang
berperan dalam menjaga kelestariannya melalui perkembang biakan yang dikelola
melalui fungsi kognisi.Tipikal seksual dapat ditunjukkan melalui perilaku
memilih pasangan , dan aggresif diduga dipengaruhi oleh genetik, hal ini dapat
dibuktikan bagaimana binatang mampu melakukan kedua hal tersebut tanpa melalui
proses pelatihan terlebih dahulu.2 Tipikal seksual ini harus didahului proses determinasi seksual
baik secara fenotipe maupun determinasi seksual di otak. Determinasi di otak
ini akan mempengaruhi jati diri seksual dan perilaku seksual nya.3
Pada perkembangan biologi manusia, penentuan seks sudah ditentukan
sejak awal dan penentuan ini bersifat irreversibel. Penentuan determinasi
seksual ini utamanya terjadi pada mid gestasi. Penelitian pada tikus
menunjukkan otak dan gonad primordial masih bersifat bipotensial dan dapat
berdiferensiasi menjadi laki – laki ataupun perempuan.4,5 Penelitian oleh kopman et al
menunjukkan bahwa Sry memiliki
peran utama dalam determinasi seksual laki – laki.6 Perkembangan dan fungsi
jalur saraf yang memediasi perilaku dimorfik seksual diregulasi secara ketat
oleh hormon steroid gonad. Organisasi dari hormon steroid gonad akan mengatur
perubahan – perubahan yang terjadi secara fenotip maupun perubahan pada sistem
saraf dan akan mempengaruhi perilaku , sedangkan selanjutnya aktivasi hormon
ini akan menyebabkan perubahan fungsi saraf dan perilaku dari hewan.7 Hormon ini secara spesifik akan memberikan pola perilaku laki –
laki akan berorientasi seksual terhadap perempuan.8,9 Pada penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hormon sex
gonad berperan dalam mengatur diferensiasi seksual dari jumlah
neuron,konektivitas dan ekspresi gen pada daerah sistem limbik yang akan
mempengaruhi perilaku antara lain orientasi seksual, agresi, teritorial dan
maternal care.9,10
Hormon steroid yang berperan dalam determinasi seksual laki – laki
bukan hanya testosteron, akan tetapi secara mengejutkan bahwa determinasi
seksual laki – laki diotak juga membutuhkan estrogen. Hal ini sangat
mengejutkan, dimana kadar estrogen tidak terdeteksi dalam sirkulasi laki –
laki.
Namun, testosteron, atau androgen terkait, merupakan prekursor obligat estrogen
in vivo, dan testosteron pada laki-laki bertindak sebagai sumber estrogen dalam
otak. Dengan demikian, testosteron dapat melakukan peran ganda yaitu : itu mengaktifkan
reseptor, reseptor androgen (AR) di sirkuit saraf yang mengontrol perilaku
laki-laki, dan juga berfungsi sebagai prekursor untuk estrogen yang mempengaruhi
sirkuit saraf melalui reseptor estrogen (Gambar 1).3,5,9 Pada otak laki-laki,
testosteron dikonversi menjadi estrogen oleh enzim aromatase, yang ditemukan di
pilih neuron dari Mea (Medial amygdala),
BNST (bed nucleus of stria terminalis), dan
hipotalamus.11
Gambar 1 Skema ilustrasi
Maskulinisasi dari neural substrate untuk kawin dan teritori perilaku, termasuk
ekspresi aromatase dan AR (androgen receptor) , yang diproses melalui kontrol
estrogen yang disintesis di otak dari testosteron sirkulasi melalui peran
aromatase. Estroen dantestosteron signaling melalui cognate receptor yang bertindak dalam maskulinisasi dengan
mengaktivasi pola perilaku 9
Tingkat sirkulasi testosteron dapat dikontrol secara
eksperimental melalui gonadalectomy; Namun, laki-laki yang telah dikebiri akan
tetap menghasilkan estrogen dari testosteron diproduksi di adrenal. Eksperimen
dengan melakukan delesi genetik terhadap aromatase pada tikus jantanakan
mengeliminasi aksi dari estrogen, sehingga kehilangan perilaku agresif terhadap jantan yang lain. Pada keadaan ini,
suplementasi estradiol satu minggu setelah lahir pun tidak akan mengembalikan
perilaku agresif pada laki – laki tersebut.12 Dari sini dapat ditarik hipotesis bahwa terdapat window
period dalam perkembangan sirkuit saraf dalam proses maskulinsasi. Hormon- hormon
ini juga berperan dalam mengatur
plastisitas saraf pada orang dewasa.13 Misalnya, estrogen mempengaruhi perubahan dari dendritik
morfologi di Mea, yang dapat mengubah persepsi isyarat eksternal 14 Seperti disebutkan sebelumnya, sirkuit mengendalikan
reproduksi dan pertahanan menempati inti limbik yang sama, dan pengaruh saling
bertentangan perilaku (penerimaan atau agresi seksual) untuk satu stimulus
(pendekatan laki-laki) pada wanita tergantung pada dirinya ibu / status hormonal.
Meskipun hormon gonad memiliki peran yang cukup besar
dalam perilaku seksual, respon terhadap isyarat sensori tertentu juga memgang peran
dalam pelikau seksual ini. Pada tikus atau beberapa hewan lain , perilaku kawin
dan agresi juga dipicu dari respon terhadap feromon yang merupakan isyarat
chemosensory untuk memberikan informasi
reproduktifitas kepada anggota spesies lainnya.15
Feromon dikenali kedua oleh neuron yang ada didalam dua epitel
sensorik yang berbeda di hidung, main olfactory epithelium (MOE) dan organ
vomeronasal (VNO) (Gambar 2). Neuron di MOE dan VNO memanfaatkan sinyal yang
berbeda mekanisme transduksi untuk mendeteksi feromon, yang memungkinkan target
genetik kuntuk menghilangkan fungsi dari MOE atau VNO pada tikus mutan (Gambar
3) . Hilangnya aktifitas neuron sensorik pada MOE akan memicu reduksi yang
cukup besar pada perilaku seksual dan agresif pada tikus jantan.16,17
Gambar 2 Peran MOE dan VNO dalam
perilaku sex , perilaku kawin dan agresif.MOE dan VNO penting untuk
aggresifitas laki – laki .MOE berperan sangat penting dalam perilaku
seksual sedangkan VNO berperan dalam
menghambat. Reseptor feromon diekspresikan pada laki – laki maupun perempuan
yang dapat menerima stimulus dari dari feromon laki – laki yang akan
menghambat mating antara sesama laki – laki dan mencetuskan agresif pada sesama
laki – laki.16,17
Delesi Trpc2, kation
channel yang diperlukan untuk isyarat pencium
dalam membangkitkan sinyal di VNO, juga mengeliminasi male mating , hal ini menunjukkan kebutuhan kedua
komponen yaitu MOE dan VNO dalam
mengenali feromon yang menimbulkan agresi. Studi menggunakan tikus dengan Trpc2
mutan lebih lanjut menunjukkan bahwa VNO
menghambat perilaku seksual maskulin karena Trpc2 mutan pada jantan dan betina kawin dengan tikus dari salah
satu sex .8,18 Secara bersamaan, temuan ini
menunjukkan bahwa aktivasi MOE dengan
feromon yang dipancarkan oleh salah satu laki-laki atau perempuan mungkin
sedikit menghambat perilaku seksual jantan. Feromon laki-laki biasanya dapat
menghambat perilaku seksual dan mempromosikan agresi antara pria; agresi
memunculkan isyarat tersebut dapat menyampaikan "bukan pasangan " atau
sinyal "attack". Kumpulan kemoreseptor tidak muncul untuk menjadi
seksual dimorfik, hal ini hanya menunjukkan bahwa perempuan juga mengenali
feromon laki-laki tersebut; mereka tidak mungkin “attack” laki-laki, namun,
karena pengolahan dimorfik seksual dari
isyarat ini.9,14,16,17
Gambar 3 Jalur sensoris Feromon.
Skematik feromon menstimulasi MOE dan
VNO yang diaktifkan melalu jalur saraf yang berbeda.
Dari studi terbaru terdapat satu kelas feromon
seperti, major urinary proteins
(MUPs), yang terdapat pada laki-laki tapi tidak ada pada urin perempuan, yang mengaktifkan neuron sensorik VNO tapi tidak MOE, dan dapat memicu agresi intermale.19 Feromon peptidergic lain, ESP1, disekresikan oleh kelenjar lakrimal laki-laki dan meningkatkan penerimaan seksual wanita oleh mengaktifkan neuron sensorik di VNO.20 Beberapa studi juga telah mengidentifikasi kehadiran isyarat chemosensory dimorfik tambahan dalam urin tikus dan air liur, yang memiliki relevansi terhadap perilaku . 20
(MUPs), yang terdapat pada laki-laki tapi tidak ada pada urin perempuan, yang mengaktifkan neuron sensorik VNO tapi tidak MOE, dan dapat memicu agresi intermale.19 Feromon peptidergic lain, ESP1, disekresikan oleh kelenjar lakrimal laki-laki dan meningkatkan penerimaan seksual wanita oleh mengaktifkan neuron sensorik di VNO.20 Beberapa studi juga telah mengidentifikasi kehadiran isyarat chemosensory dimorfik tambahan dalam urin tikus dan air liur, yang memiliki relevansi terhadap perilaku . 20
Perbedaan perilaku seksual dari jenis kelamin yang berbeda mencerminkan dimorphisms molekuler atau struktural pada sirkuit saraf yang
mengubah respon hewan terhadap isyarat sensorik eksternal maupun internal seperti
hormon. Kedua isyarat chemosensory dan sinyal hormonal mengkoordinasikan perilaku
dimorfik seksual. Dimana dan bagaimana dua sistem kontrol ini berkumpul untuk mengatur
perilaku ini masih harus ditentukan. Namun, masing-masing dari dimorfik , reseptor
hormon steroid gonad terekspresi pada daerah yang telah disebutkan diatas
seperti Mea, BNST, POA, dan VMH, yang merupakan
komponen integral dari jalur penciuman multi-sinaptik, menunjukkan bahwa kontrol
sensorik dan hormonal perilaku sosial ini diatur di banyak node pada sirkuit
saraf yang mendasari (Gambar 3).2,3,13
Gambar
4 Jalur saraf yang
mendasari perilaku seksual dimorfik
Bagian hipotalamus
dan amygdala terlibat dalam kontrol perilaku seks tertentu. Masing masing daerah
otak ini adalah dimorfik seksual dan mengekspresikan satu atau lebih reseptor
hormon gonad di samping itu, BNST, Mea, POA, dan VMH juga mengkespresikan aromatase dan mewakili situs sintesis estrogen dalam otak
orang dewasa. Beberapa nukleus ini dan hubungan mereka, termasuk dengan neuron feromon
penginderaan dalam MOE dan VNO, diilustrasikan dalam skema ini AOB, accessory
olfactory bulb; BNST, bed
nucleus of the stria terminalis; Mea, medial amigdala; MOB,
main olfactory bulb; PLCO, posterolateral cortical amygdala; PMV, ventral
premamillary nucleus; POA, preoptic hypothalamus; VMH, ventromedial nucleus of
the hypothalamus.
Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, determinasi
seksual sudah ditentukan sejak awal perkembangan dan mencapai puncaknya pada
masa mid gestasi. Determinasi seksual bukan hanya determinasi secara fenotipe
tetapi juga yang paling penting adanya determinasi seksual pada otak yang nanti
akan mempengaruhi perilaku seksual. Pada laki – laki determinasi seksual
dipengaruhi oleh hormon testosteron dan estrogen melalui beberapa mekanisme
yang dijelaskan diatas yang akan mempengaruhi bagian sistem limbik . Sistem
limbik yang yang Mea
(Medial amygdala), BNST (bed nucleus of stria terminalis), dan hipotalamus. hormon sex gonad berperan dalam mengatur diferensiasi
seksual dari jumlah neuron,konektivitas dan ekspresi gen pada daerah sistem
limbik yang akan mempengaruhi perilaku antara lain orientasi seksual, agresi,
teritorial dan maternal care. Selain itu pengaruh isyarat chemosensory melalui
feromon juga berperan dalam proses orientasi dan aggresifitas pada laki – laki.
Maka dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat dapat ditarik hipotesis bahwa
fenomena kelainan orientasi dan perilaku seksual yang pada gay khusus nya
diakibatkan oleh gangguan yang terjadi pada perkembangan sistem limbik yang di
regulasi oleh hormon dan feromon, maka perlu penelitian lebih lanjut pengaruh hormon -
hormon tersebut pada manusia.
Daftar Pustaka
1. Kemenkes RI DP& P. Statistik Kasus
HIV/AIDS Di Indonesia.; 2014.
http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1.
2. Manoli DS, Fan P, Fraser EJ, et al.
Neural control of sexually dimorphic behaviors Devanand. Curr Opin Neurobiol.
2014;23(3):330-338. doi:10.1016/j.conb.2013.04.005.Neural.
3. Wilhelm D, Palmer S, Koopman P. Sex
determination and gonadal development in mammals. Physiol Rev.
2007;87(1):1-28. doi:10.1152/physrev.00009.2006.
4. Alberts B, Johnson A, Lewis J et al.
Primordial Germ Cells and Sex Determination in Mammals in Molecular Biology of
the Cell. 2002. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK26940/. Accessed June 20,
2015.
5. Xu X, Coats JK, Yang CF, et al. Modular
genetic control of sexually dimorphic behaviors. Cell.
2012;148(3):596-607. doi:10.1016/j.cell.2011.12.018.
6. Koopman P, Gubbay J, Vivian N, Goodfellow
P L-BR. Male development of chromosomally female mice transgenic for Sry. Nature.
1991;351:1991117-1991121.
7. Gerall A. Recollections of the origins of
and reactions to the organizational concept. Horm Behav. 2009;55:567-569.
8. Kimchi T, Xu J, Dulac C. A functional
circuit underlying male sexual behaviour in the female mouse brain. Nature.
2007;448(7157):1009-1014. doi:10.1038/nature06089.
9. Wu MV, Manoli DS, Fraser EJ, Coats JK,
Tollkuhn J, Honda S, Harada N SN. Estrogen masculinizes neural pathways and
sex-specific behaviors. Cell. 2009;139:61-72.
10. Forger N. Control of cell number in the
sexually dimorphic brain and spinal cord. J Neuroendocr.
2009;21:393-399.
11. Ogawa, S., Washburn, T. F., Taylor, J., Lubahn,
D.B., Korach, K.S., and Pfaff DW. Modifications of testosterone-dependent
behaviors by estrogen receptor-alpha gene disruption in male mice. Endocrinology.
1998;139:5058-5069.
12. Toda, K., Saibara, T., Okada, T. O, S., and
Shizuta Y. A loss of aggressive behaviour and its reinstatement by oestrogen in
mice lacking the aromatase gene (Cyp19). J Endocrinol. 2001;168:217-220.
13. Morris, J. A., Jordan, C. L., King, Z. A.,
Northcutt, K. V., and Breedlove SM. Sexual dimorphism and steroid responsiveness
of the posterodorsal medial amygdala in adult mice. Brain Res.
2008;1190:115-121.
14. Mohedano-Moriano, A., Pro-Sistiaga,
Ubeda-Bañón, I., Crespo, C., Insausti, R., and Martinez-Marcos A. Segregated
pathways to the vomeronasal amygdala: differential projections from the
anterior and posterior divisions of the accessory olfactory bulb. Eur J
Neurosci. 2007;25:2065-2208.
15. Munger SD, Leinders-Zufall T ZF. Subsystem
organization of the mammalian sense of smell. Annu Rev Physiol.
2009;71:115-140.
16. Yoon H, Enquist LW DC. Olfactory inputs to
hypothalamic neurons controlling reproduction and fertility. Cell.
2005;1123:669-682.
17. Fleischmann A, Shykind BM, Sosulski DL,
Franks KM, Glinka ME, Mei DF, Sun Y, Kirkland J, Mendelsohn M, Albers MW et al.
Mice with a “monoclonal nose”: perturbations in an olfactory map impair odor
discrimination. Neuron. 2008;60:1068-1081.
18. Stowers L, Holy TE, Meister M, Dulac C KG.
Loss of sex discrimination and male-male aggression in mice deficient for TRP2.
Science (80- ). 2002;295:1493-1500.
19. Chamero P, Marton TF, Logan DW, Flanagan K,
Cruz JR, Saghatelian A, Cravatt BF SL. Identification of protein pheromones
that promote aggressive behaviour. Nature. 2007;450:899-902.
20. Haga S, Hattori T, Sato T, Sato K, Matsuda
S, Kobayakawa R, Sakano H, Yoshihara Y, Kikusui T TK. The male mouse pheromone
ESP1 enhances female sexual receptive behaviour through a specific vomeronasal
receptor. Nature. 2010;466:118-122.
Merit Casino | Online casino without registration bonus
BalasHapusBest Merit Casino 메리트 카지노 쿠폰 No Deposit Bonus Codes and Promotions 2021. With a No Deposit Bonus you 바카라 can play free slots without having 메리트 카지노 to deposit any money!
Casino site - Lucky Club Live
BalasHapusCasino sites are trusted by millions of users and millions of visitors a day. We constantly innovate the casino site so that players can luckyclub play Rating: 4.9 · Review by Lucky Club