Jumat, 10 Juli 2015

Determinasi Seksual di Otak dan Perilaku Seksual Pada Laki - Laki (studi pada tikus)


Latar Belakang
Lima tahun belakangan ini marak sekali pemberitaan tentang disorientasi seksual berupa homo seksual atau istilah lainnya gay dan juga lesbian. Salah satu penyakit yang diakibatkan dari kelainan orientasi seksual ini adalah HIV. Dari data yang yang dikeluarkan oleh  Ditjen PP & PL Kemenkes RI  per september 2014 diketahui jumlah penderita HIV yang terdata sebesar 22,869 orang dimana  sekitar 1,366 orang tertular akibat hubungan  Homo-Biseksual/Homo-Bisexual.1
Fenomena homo seksual ini  secara hipotesis disebabkan oleh kelainan akibat kesalahan dalam determinasi seksual  di otak pada masa perkembangan di rahim. Pematangan pada beberapa area di sistem limbik  berperan dalam penentuan pematangan dan pembentukan seksual yang nanti  berhubungan dengan jati diri seks dan perilaku nya. Dalam review ini penulis akan memfokuskan pada bagaimana mekanisme determinasi seksual di otak dan perilaku seksual pada laki – laki. Dalam penulusuran pustaka, penelitian – penelitian di bidang ini banyak menggunakan hewan coba tikus, teori yang yang didapat dari hewan coba dapat dijadikan sebagai pemodelan pada manusia.
Kajian Pustaka
Laki – laki dan perempuan menunjukkan perbedaan perilaku yang berperan dalam menjaga kelestariannya melalui perkembang biakan yang dikelola melalui fungsi kognisi.Tipikal seksual dapat ditunjukkan melalui perilaku memilih pasangan , dan aggresif diduga dipengaruhi oleh genetik, hal ini dapat dibuktikan bagaimana binatang mampu melakukan kedua hal tersebut tanpa melalui proses pelatihan terlebih dahulu.2 Tipikal seksual ini harus didahului proses determinasi seksual baik secara fenotipe maupun determinasi seksual di otak. Determinasi di otak ini akan mempengaruhi jati diri seksual dan perilaku seksual nya.3
Pada perkembangan biologi manusia, penentuan seks sudah ditentukan sejak awal dan penentuan ini bersifat irreversibel. Penentuan determinasi seksual ini utamanya terjadi pada mid gestasi. Penelitian pada tikus menunjukkan otak dan gonad primordial masih bersifat bipotensial dan dapat berdiferensiasi menjadi laki – laki ataupun perempuan.4,5 Penelitian oleh kopman et al  menunjukkan bahwa Sry  memiliki peran utama dalam determinasi seksual laki – laki.6 Perkembangan  dan fungsi jalur saraf yang memediasi perilaku dimorfik seksual diregulasi secara ketat oleh hormon steroid gonad. Organisasi dari hormon steroid gonad akan mengatur perubahan – perubahan yang terjadi secara fenotip maupun perubahan pada sistem saraf dan akan mempengaruhi perilaku , sedangkan selanjutnya aktivasi hormon ini akan menyebabkan perubahan fungsi saraf dan perilaku dari hewan.7 Hormon ini secara spesifik akan memberikan pola perilaku laki – laki akan berorientasi seksual terhadap perempuan.8,9 Pada penelitian yang telah dilakukan menunjukkan bahwa hormon sex gonad berperan dalam mengatur diferensiasi seksual dari jumlah neuron,konektivitas dan ekspresi gen pada daerah sistem limbik yang akan mempengaruhi perilaku antara lain orientasi seksual, agresi, teritorial dan maternal care.9,10
Hormon steroid yang berperan dalam determinasi seksual laki – laki bukan hanya testosteron, akan tetapi secara mengejutkan bahwa determinasi seksual laki – laki diotak juga membutuhkan estrogen. Hal ini sangat mengejutkan, dimana kadar estrogen tidak terdeteksi dalam sirkulasi laki – laki. Namun, testosteron, atau androgen terkait, merupakan prekursor obligat estrogen in vivo, dan testosteron pada laki-laki bertindak sebagai sumber estrogen dalam otak. Dengan demikian, testosteron dapat melakukan  peran ganda yaitu : itu mengaktifkan reseptor, reseptor androgen (AR) di sirkuit saraf yang mengontrol perilaku laki-laki, dan juga berfungsi sebagai prekursor untuk estrogen yang mempengaruhi sirkuit saraf melalui reseptor estrogen (Gambar 1).3,5,9 Pada otak laki-laki, testosteron dikonversi menjadi estrogen oleh enzim aromatase, yang ditemukan di pilih neuron dari Mea (Medial amygdala), BNST (bed nucleus of stria terminalis), dan hipotalamus.11
Gambar  1 Skema ilustrasi Maskulinisasi dari neural substrate untuk kawin dan teritori perilaku, termasuk ekspresi aromatase dan AR (androgen receptor) , yang diproses melalui kontrol estrogen yang disintesis di otak dari testosteron sirkulasi melalui peran aromatase. Estroen dantestosteron signaling melalui cognate receptor  yang bertindak dalam maskulinisasi dengan mengaktivasi pola perilaku 9

Tingkat sirkulasi testosteron dapat dikontrol secara eksperimental melalui gonadalectomy; Namun, laki-laki yang telah dikebiri akan tetap menghasilkan estrogen dari testosteron diproduksi di adrenal. Eksperimen dengan melakukan delesi genetik terhadap aromatase pada tikus jantanakan mengeliminasi aksi dari estrogen, sehingga   kehilangan perilaku agresif terhadap  jantan yang lain. Pada keadaan ini, suplementasi estradiol satu minggu setelah lahir pun tidak akan mengembalikan perilaku agresif pada laki – laki tersebut.12 Dari sini dapat ditarik hipotesis bahwa terdapat window period dalam perkembangan sirkuit saraf dalam proses maskulinsasi. Hormon- hormon ini juga berperan dalam  mengatur plastisitas saraf pada orang dewasa.13 Misalnya, estrogen mempengaruhi perubahan dari dendritik morfologi di Mea, yang dapat mengubah persepsi isyarat eksternal 14 Seperti disebutkan sebelumnya, sirkuit mengendalikan reproduksi dan pertahanan menempati inti limbik yang sama, dan pengaruh saling bertentangan perilaku (penerimaan atau agresi seksual) untuk satu stimulus (pendekatan laki-laki) pada wanita tergantung pada dirinya ibu / status hormonal.
Meskipun hormon gonad memiliki peran yang cukup besar dalam perilaku seksual, respon terhadap isyarat sensori tertentu juga memgang peran dalam pelikau seksual ini. Pada tikus atau beberapa hewan lain , perilaku kawin dan agresi juga dipicu dari respon terhadap feromon yang merupakan isyarat chemosensory  untuk memberikan informasi reproduktifitas kepada anggota spesies lainnya.15
Feromon dikenali kedua  oleh neuron yang ada didalam dua epitel sensorik yang berbeda di hidung, main olfactory epithelium (MOE) dan organ vomeronasal (VNO) (Gambar 2). Neuron di MOE dan VNO memanfaatkan sinyal yang berbeda mekanisme transduksi untuk mendeteksi feromon, yang memungkinkan target genetik kuntuk menghilangkan fungsi dari MOE atau VNO pada tikus mutan (Gambar 3) . Hilangnya aktifitas neuron sensorik pada MOE akan memicu reduksi yang cukup besar pada perilaku seksual dan agresif pada  tikus jantan.16,17

Gambar  2 Peran MOE dan VNO dalam perilaku sex , perilaku kawin dan agresif.MOE dan VNO penting untuk aggresifitas laki – laki .MOE berperan sangat penting dalam perilaku seksual  sedangkan VNO berperan dalam menghambat. Reseptor feromon diekspresikan pada laki – laki maupun perempuan yang dapat menerima stimulus dari dari feromon laki – laki yang akan menghambat mating antara sesama laki – laki dan mencetuskan agresif pada sesama laki – laki.16,17

Delesi  Trpc2, kation channel yang  diperlukan untuk isyarat pencium dalam membangkitkan sinyal di VNO, juga mengeliminasi  male mating , hal ini menunjukkan kebutuhan kedua komponen yaitu  MOE dan VNO dalam mengenali feromon yang menimbulkan agresi. Studi menggunakan tikus dengan Trpc2 mutan  lebih lanjut menunjukkan bahwa VNO menghambat perilaku seksual maskulin  karena Trpc2 mutan pada  jantan dan betina kawin dengan tikus dari salah satu sex  .8,18 Secara bersamaan, temuan ini menunjukkan bahwa aktivasi  MOE dengan feromon yang dipancarkan oleh salah satu laki-laki atau perempuan mungkin sedikit menghambat perilaku seksual jantan. Feromon laki-laki biasanya dapat menghambat perilaku seksual dan mempromosikan agresi antara pria; agresi memunculkan isyarat tersebut dapat menyampaikan "bukan pasangan " atau sinyal "attack". Kumpulan kemoreseptor tidak muncul untuk menjadi seksual dimorfik, hal ini hanya menunjukkan bahwa perempuan juga mengenali feromon laki-laki tersebut; mereka tidak mungkin “attack” laki-laki, namun, karena pengolahan  dimorfik seksual dari isyarat ini.9,14,16,17
Gambar  3 Jalur sensoris Feromon. Skematik feromon  menstimulasi MOE dan VNO yang diaktifkan melalu jalur saraf yang berbeda.
Dari studi terbaru terdapat satu kelas feromon seperti, major urinary proteins
(MUPs), yang terdapat pada  laki-laki tapi tidak ada pada urin perempuan, yang mengaktifkan neuron sensorik VNO tapi tidak MOE, dan dapat memicu agresi intermale.
19 Feromon peptidergic lain, ESP1, disekresikan oleh kelenjar lakrimal laki-laki dan meningkatkan penerimaan seksual wanita oleh mengaktifkan neuron sensorik di VNO.20 Beberapa studi juga telah mengidentifikasi kehadiran isyarat chemosensory dimorfik tambahan dalam urin tikus dan air liur, yang memiliki relevansi terhadap perilaku . 20
Perbedaan perilaku seksual dari  jenis kelamin yang berbeda  mencerminkan dimorphisms molekuler  atau struktural pada sirkuit saraf yang mengubah respon hewan terhadap isyarat sensorik eksternal maupun internal seperti hormon. Kedua isyarat chemosensory dan sinyal hormonal mengkoordinasikan perilaku dimorfik seksual. Dimana dan bagaimana dua sistem kontrol ini berkumpul untuk mengatur perilaku ini masih harus ditentukan. Namun, masing-masing dari dimorfik , reseptor hormon steroid gonad terekspresi pada daerah yang telah disebutkan diatas seperti  Mea, BNST, POA, dan VMH, yang merupakan komponen integral dari jalur penciuman multi-sinaptik, menunjukkan bahwa kontrol sensorik dan hormonal perilaku sosial ini diatur di banyak node pada sirkuit saraf yang mendasari (Gambar 3).2,3,13
Gambar  4 Jalur saraf yang mendasari perilaku seksual dimorfik
Bagian hipotalamus dan amygdala terlibat dalam kontrol perilaku seks tertentu. Masing masing daerah otak ini adalah dimorfik seksual dan mengekspresikan satu atau lebih reseptor hormon gonad di samping itu, BNST, Mea, POA, dan VMH juga mengkespresikan aromatase  dan mewakili situs sintesis estrogen dalam otak orang dewasa. Beberapa nukleus ini dan hubungan mereka, termasuk dengan neuron feromon penginderaan dalam MOE dan VNO, diilustrasikan dalam skema ini  AOB, accessory olfactory bulb; BNST, bed nucleus of the stria terminalis; Mea, medial amigdala; MOB, main olfactory bulb; PLCO, posterolateral cortical amygdala; PMV, ventral premamillary nucleus; POA, preoptic hypothalamus; VMH, ventromedial nucleus of the hypothalamus.

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, determinasi seksual sudah ditentukan sejak awal perkembangan dan mencapai puncaknya pada masa mid gestasi. Determinasi seksual bukan hanya determinasi secara fenotipe tetapi juga yang paling penting adanya determinasi seksual pada otak yang nanti akan mempengaruhi perilaku seksual. Pada laki – laki determinasi seksual dipengaruhi oleh hormon testosteron dan estrogen melalui beberapa mekanisme yang dijelaskan diatas yang akan mempengaruhi bagian sistem limbik . Sistem limbik yang  yang Mea (Medial amygdala), BNST (bed nucleus of stria terminalis), dan hipotalamus. hormon sex gonad berperan dalam mengatur diferensiasi seksual dari jumlah neuron,konektivitas dan ekspresi gen pada daerah sistem limbik yang akan mempengaruhi perilaku antara lain orientasi seksual, agresi, teritorial dan maternal care. Selain itu pengaruh isyarat chemosensory melalui feromon juga berperan dalam proses orientasi dan aggresifitas pada laki – laki. Maka dari beberapa penjelasan diatas, maka dapat dapat ditarik hipotesis bahwa fenomena kelainan orientasi dan perilaku seksual yang pada gay khusus nya diakibatkan oleh gangguan yang terjadi pada perkembangan sistem limbik yang di regulasi oleh hormon dan feromon, maka perlu penelitian lebih lanjut pengaruh  hormon -  hormon tersebut pada manusia.

Daftar Pustaka                      
1.   Kemenkes RI DP& P. Statistik Kasus HIV/AIDS Di Indonesia.; 2014. http://spiritia.or.id/Stats/StatCurr.php?lang=id&gg=1.
2.        Manoli DS, Fan P, Fraser EJ, et al. Neural control of sexually dimorphic behaviors Devanand. Curr Opin Neurobiol. 2014;23(3):330-338. doi:10.1016/j.conb.2013.04.005.Neural.
3.        Wilhelm D, Palmer S, Koopman P. Sex determination and gonadal development in mammals. Physiol Rev. 2007;87(1):1-28. doi:10.1152/physrev.00009.2006.
4.        Alberts B, Johnson A, Lewis J et al. Primordial Germ Cells and Sex Determination in Mammals in Molecular Biology of the Cell. 2002. http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK26940/. Accessed June 20, 2015.
5.        Xu X, Coats JK, Yang CF, et al. Modular genetic control of sexually dimorphic behaviors. Cell. 2012;148(3):596-607. doi:10.1016/j.cell.2011.12.018.
6.        Koopman P, Gubbay J, Vivian N, Goodfellow P L-BR. Male development of chromosomally female mice transgenic for Sry. Nature. 1991;351:1991117-1991121.
7.        Gerall A. Recollections of the origins of and reactions to the organizational concept. Horm Behav. 2009;55:567-569.
8.        Kimchi T, Xu J, Dulac C. A functional circuit underlying male sexual behaviour in the female mouse brain. Nature. 2007;448(7157):1009-1014. doi:10.1038/nature06089.
9.        Wu MV, Manoli DS, Fraser EJ, Coats JK, Tollkuhn J, Honda S, Harada N SN. Estrogen masculinizes neural pathways and sex-specific behaviors. Cell. 2009;139:61-72.
10.     Forger N. Control of cell number in the sexually dimorphic brain and spinal cord. J Neuroendocr. 2009;21:393-399.
11.     Ogawa, S., Washburn, T. F., Taylor, J., Lubahn, D.B., Korach, K.S., and Pfaff DW. Modifications of testosterone-dependent behaviors by estrogen receptor-alpha gene disruption in male mice. Endocrinology. 1998;139:5058-5069.
12.     Toda, K., Saibara, T., Okada, T. O, S., and Shizuta Y. A loss of aggressive behaviour and its reinstatement by oestrogen in mice lacking the aromatase gene (Cyp19). J Endocrinol. 2001;168:217-220.
13.     Morris, J. A., Jordan, C. L., King, Z. A., Northcutt, K. V., and Breedlove SM. Sexual dimorphism and steroid responsiveness of the posterodorsal medial amygdala in adult mice. Brain Res. 2008;1190:115-121.
14.     Mohedano-Moriano, A., Pro-Sistiaga, Ubeda-Bañón, I., Crespo, C., Insausti, R., and Martinez-Marcos A. Segregated pathways to the vomeronasal amygdala: differential projections from the anterior and posterior divisions of the accessory olfactory bulb. Eur J Neurosci. 2007;25:2065-2208.
15.     Munger SD, Leinders-Zufall T ZF. Subsystem organization of the mammalian sense of smell. Annu Rev Physiol. 2009;71:115-140.
16.     Yoon H, Enquist LW DC. Olfactory inputs to hypothalamic neurons controlling reproduction and fertility. Cell. 2005;1123:669-682.
17.     Fleischmann A, Shykind BM, Sosulski DL, Franks KM, Glinka ME, Mei DF, Sun Y, Kirkland J, Mendelsohn M, Albers MW et al. Mice with a “monoclonal nose”: perturbations in an olfactory map impair odor discrimination. Neuron. 2008;60:1068-1081.
18.     Stowers L, Holy TE, Meister M, Dulac C KG. Loss of sex discrimination and male-male aggression in mice deficient for TRP2. Science (80- ). 2002;295:1493-1500.
19.     Chamero P, Marton TF, Logan DW, Flanagan K, Cruz JR, Saghatelian A, Cravatt BF SL. Identification of protein pheromones that promote aggressive behaviour. Nature. 2007;450:899-902.
20.     Haga S, Hattori T, Sato T, Sato K, Matsuda S, Kobayakawa R, Sakano H, Yoshihara Y, Kikusui T TK. The male mouse pheromone ESP1 enhances female sexual receptive behaviour through a specific vomeronasal receptor. Nature. 2010;466:118-122.




2 komentar:

  1. Merit Casino | Online casino without registration bonus
    Best Merit Casino 메리트 카지노 쿠폰 No Deposit Bonus Codes and Promotions 2021. With a No Deposit Bonus you 바카라 can play free slots without having 메리트 카지노 to deposit any money!

    BalasHapus
  2. Casino site - Lucky Club Live
    Casino sites are trusted by millions of users and millions of visitors a day. We constantly innovate the casino site so that players can luckyclub play  Rating: 4.9 · ‎Review by Lucky Club

    BalasHapus